Perjanjian Rahasia, bagian 3
rifanfajrin.com - Perjanjian Rahasia, Bagian 3
Baca Sambungan cerita sebelumnya, Perjanjian Rahasia bagian 2
Baca Sambungan cerita sebelumnya, Perjanjian Rahasia bagian 2
Seluruh peserta arak-arakan obor itu, yang telah berstatus sebagai calon
anggota, segera diminta berdiri dan berbaris.
Mereka yang telah berakal dan bisa berpikir logis, dalam arti telah
berkewajiban mempertanggungjawabkan sendiri atas apa yang diperbuatnya, sekali
lagi ditanya satu per satu, “Kami telah memberi tahu calon pengikut Ferluci
semua kesulitan yang menunggu dan semua persyaratan untuk dapat masuk menjadi
pengikut, namun berketetapan hati untuk menjadi pengikut, apakah kalian masih
bersedia sejauh ini?”
“Ya, kami tetap bersedia!” kata mereka.
“Baiklah, maka sekarang saatnya menghadap kepada Grand Master, Pemimpin Besar kita, Yang Mulia Ferluci Vagin!”
Mereka satu per satu kemudian digiring memasuki kamar, menghadap Yang
Mulia Ferluci Vagin. Dan seperti di awal, lelaki tua pemimpin rombongan
mendapat jatah menghadap Ferluci untuk terakhir kalinya.
“Kau yang terakhir, kau yang bertanggung jawab atas semuanya!” Kalimat
yang sama terulang untuk lelaki pemimpin rombongan.
Selanjutnya, mereka pun mulai berbaris. Wanita yang menggendong anak
ditempatkan di muka, disusul dengan para wanita dewasa, para pemuda, para
gadis, dan para lelaki dewasa.
Di dalam kamar, Ferluci menyapukan pandangannya ke seluruh calon. Lalu
dengan suaranya yang berat ia berkata.
“Saudara, kalian telah meminta banyak kepada kami. Kalian hanya telah
menyetujui menjadi pengikut kami, dan kalian berharap untuk mendapatkan rumah-rumah
megah yang menyerupai istana, emas dan berlian, mendapatkan kuda-kuda peranakan
murni, makanan yang enak dan baju-baju yang indah. Kalian berhasrat menjadi
orang yang terhormat, serta mendapatkan keturunan-keturunan istimewa yang
terlahir dari rahim-rahim kalian para wanita. Akan tetapi, apakah kalian
menyadari betapa susahnya kondisi kami sebenarnya?!”
Kalimat terakhir itu terdengar menggelegar di telinga para calon. Dalam
benak-benak mereka, mungkinkah Ferluci mengalami kesusahan? Tidaklah masuk akal.
Bagaimana ia mengalami kesusahan sedangkan ia mampu menjamin datangnya segala
macam kemewahan? Jika pun kesusahan itu memang ada, apakah yang ia susahkan
sebenarnya?
Adalah tugas lelaki tua untuk menanyakan hal itu kepada Ferluci. Akan
tetapi, di hadapan Ferluci, apakah yang bisa diperbuat olehnya selain menunggu
kalimat-kalimat Ferluci Vagin selanjutnya? Ia teramat takut untuk memandang
wajahnya, apalagi untuk bertanya. Ia merasa akan menjadi seseorang yang amat
lancang jika melakukannya.
Namun, Ferluci tak segera melanjutkan perkataannya. Seolah sengaja
dibiarkannya para calon berada dalam keheningan dan kecemasan. Keheningan itu
sangat-sangat menyiksa para calon.
“Dengarlah, wahai kalian!” katanya pada akhirnya. “Sukakah jika dengan
kemurahanku kalian mendapatkan emas dan berlian? Jawab!”
Para calon menjawab “ya” dengan menganggukkan kepala.
“Sukakah jika dengan kemurahanku kalian akan mendapatkan rumah-rumah megah
menyerupai istana-istana para raja?”
Mereka kembali menjawab dengan cara yang sama.
“Sukakah jika dengan kemurahanku kalian akan mendapatkan makanan-makanan
yang enak dan baju-baju yang indah?”
“Sukakah jika dengan kemurahanku kalian akan mendapatkan kuda-kuda gagah
peranakan murni?”
“Sukakah jika dengan kemurahanku kalian akan menjadi orang-orang terhormat
di antara manusia?”
“Sukakah jika dengan kemurahanku kalian akan mendapatkan
keturunan-keturunan yang luar biasa yang terlahir dari rahim-rahim kalian para
wanita?”
Tak ada yang dapat dilakukan oleh mereka selain hanya mengangguk mengiyakan
atas pertanyaan-pertanyaan Ferluci Vagin. Sebab memang untuk itulah mereka
datang menghadap ke bukit keabadian.
“Maka apakah berlebihan jika aku meminta kesetiaan kalian?”