Perjanjian Rahasia, Bagian 5
rifanfajrin.com - Perjanjian Rahasia, Bagian 5
Perjanjian Rahasia, Bagian 5
(Baca Bagian Cerita Sebelumnya Perjanjian Rahasia, Bagian 4)
“Penderitaan telah berakhir, dan kejayaan telah datang
menyapa kita!”
“Ya, penderitaan telah berakhir, dan kejayaan telah datang
menyapa kita!”
“Ya ya ya.”
“Ya ya ya.”
Mereka bergembira. Mereka saling memeluk satu sama lain. Ibu-ibu yang
menggendong bayinya pun segera menciumi wajahnya, seolah-olah tak pernah puas.
Air mata mereka berlinang, sebagai tanda kebahagiaan dan lepasnya beban yang
menjerat selama hidup, dan beban itu tak akan lagi menyentuh anak-anak itu. Ada
pula yang berlutut dan bersujud di hadapan Ferluci Vagin. Dan kontan ketika
para calon menyaksikan perbuatan itu, mereka seluruhnya mengikutinya. Sungguh
tak ada paksaan dalam diri mereka untuk bersujud. Perbuatan itu semata-mata
merupakan konsekuensi logis dari sifat penghambaan yang tinggi dan ungkapan
rasa terima kasih yang mendalam kepada Ferluci Vagin.
Selanjutnya, satu per satu dibimbing kembali ke luar, ke depan altar untuk
kemudian mereka diambil sumpah setianya kepada Ferluci dalam sebuah upacara.
Upacara pun segera dimulai. Ferluci duduk di singgasananya. Terdapat
beberapa ketukan tak beraturan di pintu. “Engkau yang patut dipuja,” seorang
pengikut berkata. Ferluci memukul meja dengan sekali ayunan. Segera saja pintu
yang amat lebar dari ukuran biasa pelan-pelan bergerak terbuka dan merapat ke
dinding bagian dalam ruang. Dua pengawal menghadapkan wajahnya. Mereka
mengenakan penutup kepala hitam sederhana dengan pita penutup mata.
Segera setelahnya, dua belas anggota memakai jubah upacara dari kain satin
dan memakai tutup kepala berwarna hitam duduk di atas kursi dari kulit di
hadapan meja yang terbuat dari batu pualam merah. Salah seorang di antaranya
segera memanggil lelaki tua pemimpin rombongan untuk maju ke depan.
Lelaki tua ditutup matanya dengan kain hitam. Begitu pula seluruh anggota,
mata mereka ditutup kain yang sama, kecuali para bayi yang bernapas dengan
tenang dalam tidur yang nyenyak dalam buaian ibu-ibu mereka. Mata mereka
dibiarkan tanpa penutup mata.
“Kau yang bertanggung jawab atas semuanya. Semua pernyataan yang terucap
dari mulutmu adalah pernyataan semua yang mengikutimu! Berkatalah dengan
lantang agar semuanya dapat mendengarkannya dengan jelas!”
Lelaki pemimpin rombongan menjawab dengan tenang, “Ya, aku mengerti.”
“Hehehe,” Ferluci terkekeh
mendengarnya, lalu katanya, “kalian tak pernah ditakdirkan untuk menjadi kaya.
Kalian memang ditakdirkan menjadi orang miskin. Maka terimalah segala
konsekuensi jika kalian memang hendak menerobos takdir dan menggantinya dengan
takdir yang kalian ciptakan sendiri!”
Pernyataan telah terjawab dengan sangat jelas. Mereka, kedua belas anggota yang memakai jubah upacara memutar
wajahnya ke arah Ferluci Vagin sejenak, yang mengisyaratkan untuk segera
melanjutkan prosesi upacara.
“Saudara, apakah kalian telah bersiap-siap mati agar menjaga rahasia ini?”
Lelaki tua menjawab untuk mewakili seluruh anggota rombongan, namun dalam
hati ia menjawab hanya untuk dirinya sendiri, “Ya, kami siap!”
“Apakah kalian memiliki sifat yang diperlukan untuk menantang bahaya?”
“Ya, kami memilikinya.”
“Apakah kalian seorang pemberani?”
“Ya, kami adalah para pemberani.”
“Apakah kalian siap menanggung derita bila mengkhianati Yang Mulia Ferluci
Vagin?”
“Ya, kami sepenuhnya menyadari akan hal ini.”
bersambung ke BAGIAN 6