Ulasan Buku "Black Beauty"
Kisah Seekor Kuda
Zaman Victoria
Novel klasik yang sangat menawan. Hampir saja saya menitikkan air mata
ketika membaca kalimat terakhir novel ini. Novel ini bercerita tentang
kehidupan seekor kuda hitam yang cantik bernama Black Beauty dari satu majikan
ke majikan yang lain, dari suatu tempat ke tempat yang lain, dengan perlakuan
yang berganti-ganti pula.
Latar cerita ini adalah kehidupan di Inggris pada zaman Victoria,
kira-kira tahun 1800-an. Pada saat itu kuda merupakan alat transportasi yang
penting, baik transportasi pribadi/keluarga, maupun alat transportasi umum
(sebagai taksi).
Black Beauty ditulis oleh Anna Sewell. Anna Sewell dilahirkan di Great
Yarmouth, Country Norfolk, Inggris, pada 30 Maret 1820. Black Beauty adalah satu-satunya karya Anna Sewell yang
diterbitkan.
Black Beauty ditulis pada 1871-1877. Pada awalnya Sewell ingin membuat buku ini untuk orang-orang yang bekerja dengan kuda. “Tujuan utamanya adalah untuk memperkenalkan cara merawat kuda dengan kebaikan dan penuh simpati,” ujarnya. Sewell meninggal 25 April 1879, lima bulan setelah bukunya terbit dan masih dibaca hingga lebih dari seratus tahun kemudian.
Novel ini berkisah dari sudut pandang seekor kuda, mengisahkan hidup seekor kuda hitam bernama Black Beauty. Dari cerita ibunya, Black Beauty dilahirkan berasal dari garis keturunan kuda yang baik. Ayahnya sangat terkenal, dan kakeknya memenangi piala dua tahun berturut-turut di pacuan Newmarket. Sedangkan neneknya adalah kuda berperangai lembut.
Selama empat tahun di rumah pertamanya itu, Black Beauty tumbuh menjadi kuda yang kuat, bagus, dan berperangai baik. Pada usianya yang empat tahun inilah dia berganti majikan, majikan barunya bernama Hakim Gordon dan dia tinggal di Birtwick Park.
Di Birtwick inilah Black Beauty mengalami masa-masa menyenangkan. Dia merasa sangat beruntung memiliki majikan yang baik dan pengertian seperti Hakim Gordon. Teman-temannya di sini juga sangat menyenangkan, mereka adalah Ginger, dan si kuda poni Merrylegs. Dia juga diurus oleh seorang pengurus kuda terbaik bernama John Manly dan pengurus kuda yang masih sangat belia bernama Joe Green. Di sana dia mendapatkan kebebasan dan kebahagiaan tiada tara.
Pertemanannya dengan Ginger juga mengesankan. Pada awal kedatangannya, Ginger merasa benci dengan Beauty yang telah “menggusur” tempatnya di istal. Ternyata dari informasi yang didengar Beauty, Ginger memiliki masa lalu yang buruk dan itu berpengaruh pada perangainya yang suka menggigit dan menendang. Namun seiring berjalannya waktu, Ginger dan Beauty menjadi partner/pasangan yang hebat. Mereka berdua merupakan kuda yang tangguh.
Berbagai peristiwa telah mereka alami selama menjadi peliharaan Tuan Gordon, seperti kebakaran, selamat dari bahaya maut karena jembatan yang rusak, sampai kisah heroik menyelamatkan nyawa nyonya Gordon.
Namun sayang, kondisi yang menyenangkan tersebut tidaklah selamanya. Kondisi kesehatan Nyonya yang semakin parah membuat Hakim Gordon harus berpindah rumah. Terpaksa Beauty dan Ginger dijual ke Earshall. Di sana Beauty dan Ginger menjalani hari-hari yang buruk. Majikan barunya selalu mementingkan mode, tampilan kuda harus selalu anggun dengan menggunakan kekang pendek. Padahal itu membuat kuda sangat tidak nyaman dan tidak harus mengerahkan tenaga ekstra untuk menarik beban. Kondisi yang buruk ini menyebabkan Beauty mengalami kecelakaan yang membuat kakinya cedera.
Tentu saja Beauty kemudian menjadi cacat. Bukan main kesedihan Beauty. Ia pun mengenang waktu-waktunya bersama John Manly yang selalu merawatnya dengan sepenuh hati dan selalu mengerti perasaannya. Untunglah, pada saat dijual di pasar kuda dia bertemu dengan Jerry, seorang penarik taksi yang baik seperti John Manly.
Ginger sendiri menemukan majikan yang buruk yang suka mempekerjakannya dengan kasar. Ginger pada akhirnya mati mengenaskan. Rupanya benar kata Ginger, bahwa bagaimana pun kuda berusaha melawan dan membela diri bila diperlakukan buruk, namun tepat saja, “Manusia lebih kuat, dan jika mereka kejam dan tak berperasaan, tak yang bisa kita lakukan selain menanggungnya—menanggungnya terus hingga akhir....”
Dalam kondisi yang seperti itu, lebih baik mati saja daripada harus menanggung beban derita. “...Aku ingin akhirnya segera tiba, aku ingin mati....” begitu kata Ginger.
Pada akhir cerita, Beauty bertemu lagi dengan Joe Green, yang kini telah menjadi lelaki dewasa yang mengenali Beauty melalui tanda putih di kepala Beauty.
_
Membaca novel ini saya menemukan banyak sekali pelajaran, terutama sekali kesadaran bahwa bagaimana pun hewan juga memiliki perasaan. Hewan adalah makhluk yang memiliki nyawa yang juga merasakan kesakitan jika dipukul atau diperlakukan kasar. Bahwa hewan juga merasa senang jika diperlakukan dengan baik, disentuh dengan lembut, bahkan diajak bercakap-cakap oleh manusia. Hewan juga memiliki perasaan yang halus dan peka, hewan juga bisa menangis. Bahwa hewan pun akan memahami bahasa yang juga digunakan manusia, yakni bahasa kasih sayang.
Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan paling sempurna, yang memiliki akal budi, bahasa, serta agama, hendaknya berkasih-sayang terhadap semua makhluk. Jangan menjadi bodoh dan tolol dengan tindakan-tindakan yang kejam terhadap makhluk lain. Jika itu terjadi, sungguh manusia telah merosot derajatnya, berderajat yang serendah-rendahnya.
“Tak mungkin ada agama tanpa cinta, dan orang bisa membual sebanyak mungkin tentang agama mereka, tetapi jika itu tidak mengajari mereka agar berbuat baik dan ramah kepada manusia dan binatang, agama itu palsu, James, dan tidak akan bertahan jika semua hal ternyata terbalik.” (Halaman 83). Begitulah kata John Manly.
Akhir kata, bagi Anda yang belum membaca buku ini, semoga Anda berkesempatan pula menikmati karya Anna Sewell yang memesona ini. [M. Rifan Fajrin]
_____________
Judul Buku : Black Beauty
Penulis : Anna Sewell
Penerjemah : Linda Boentaram
Penerbit : Gagas Media, Jakarta