Murid-Muridku, Kalian Membuatku Takjub!
Sebagai guru,
aku punya tanggung jawab untuk mendidik murid-muridku, mengajarkan kepada
mereka banyak hal. Namun pada kenyataannya, justru aku yang banyak belajar dari
mereka.
Memang, aku
belum lama menjadi seorang guru. Dulu ketika masih menjadi mahasiswa aku pernah
mengajar, baik di bimbel maupun di sekolah. Akan tetapi, rasanya aku belum
menjadi seorang guru “sungguhan”. Saat itu aku mengajar “hanya karena” ingin
menambah pengalaman sekaligus uang saku, dan untuk menyelesaikan skripsi.
Barulah setelah aku lulus kuliah, yang memang aku mengambil jurusan menjadi
seorang guru, aku mulai mengabdikan diri menjadi seorang guru.
Dari situlah,
aku menemukan kejutan-kejutan dari murid-muridku yang membuatku takjub. Mereka,
anak-anak itu, dengan segala keceriaannya, membuatku mengingat-ingat masa
kanak-kanakku. Apakah aku dahulu sebahagia mereka?
Mereka senang
sekali bila kuajak bernyanyi. Apalagi bila aku juga kebetulan bisa mengiringi
nyanyian itu dengan gitar—yang sebenarnya permainan gitarku biasa-biasa saja.
Beberapa murid perempuan pun ada yang maju dan menari, dengan tarian yang
gerakannya mereka ciptakan sendiri. Sekali lagi, aku takjub dan kembali
mengingat-ingat, bahwa rasa-rasanya aku dan kawan-kawan SD-ku tidak demikian.
Atau mungkin aku lupa? Tidak, dahulu aku dan teman-temanku tidak pernah
menyanyi sambil menari. Menyedihkan sekali bila kuingat masa sekolahku
kira-kira 15-20 tahun yang lalu tersebut.
Ada juga
murid perempuanku yang sangat suka menggambar. Aku tahu, gambar dan karakter
yang dia buat ya itu-itu saja dari hari ke hari, namun aku sadar bahwa dia
memiliki bakat yang istimewa. Itu bisa kulihat saat dia mulai menyelipkan
cerita, dialog antar tokoh dalam corat-coretnya itu. Suatu ketika kutanya apa
cita-citanya. Sambil menutupi gambar dalam buku tulisnya itu, dia menjawab
ingin menjadi seorang pelukis. Ketika kutanya kenapa, dia pun menggeleng.
“Nggak tahu, pengen aja,” katanya. Aku tertawa. Saat itu juga, aku merasa
beruntung memiliki murid seperti ini. Yah, meskipun dalam beberapa kesempatan,
aku harus mengingatkannya agar berhenti menggambar dan kembali fokus
memperhatikan pelajaran. Kuanggap itu bukan suatu masalah besar.
Ada lagi
seorang muridku, laki-laki, dia juga istimewa. Aku pernah bertanya kepada
anak-anak, “Sukakah kalian membaca?” Beberapa dari mereka menjawab, “Suka!”
“Apa yang kalian baca?” “Banyak, Pak. Ada majalah, cerita, dan yang paling
sering komik!” Nah, dari situ, muncul satu celetukan yang membuatku gembira.
Anak laki-laki istimewa itu berkata, “Wah kalian enak-enak baca komik! Kalau
aku, aku harus membuatnya dulu!” :) Yap, dia suka sekali menggambar komik. Setidaknya,
dia menyebutnya begitu: menggambar komik. Meskipun hanya selembar kertas, namun
dia sudah bisa merangkai satu cerita sampai ending.
Sampai di
sini, aku hanya bisa berharap, berdoa, dan berusaha mengajar kalian dengan
sebaik-baiknya, seperti layaknya seorang guru meskipun sebenarnya—seperti yang
kusebutkan di awal tadi—akulah yang banyak belajar dari kalian. Aku jadi ingat
satu mutiara kearifan Jawa yang bunyinya begini: “Seorang guru, muridnya adalah
dirinya sendiri. Dan seorang murid, gurunya adalah dirinya sendiri.”
Baiklah.
Semoga kalian sukses di masa depan! Tercapailah cita-cita kalian! Amin.[]