Obat Paling Mujarab
Salah satu muridku menyampaikan izin tidak mengikuti pelajaran. Dia tidak sakit, tidak
sedang pergi kemana-mana, tidak juga malas mengikuti pelajaran. Rupanya, dia
absen karena adiknya yang berumur tiga tahun lagi-lagi jatuh sakit. Dia
mengatakan padaku bahwa adiknya memang sering sakit dan harus dirawat di rumah
sakit. Seperti yang sudah-sudah, saat adiknya dirawat di rumah sakit, dia selalu
ikut menjaganya, sampai adiknya sembuh dan pulang ke rumah.
Anak-anak
kelas 5A juga telah memahami keadaan salah satu temannya itu. Dan, aku
bersyukur, mereka anak-anak yang manis. Mereka pintar, ceria, dan punya
solidaritas pertemanan mengagumkan. Saat mendengar adik salah seorang temannya
itu kembali jatuh sakit dan harus dirawat di Rumah Sakit Elizabeth Semarang, dengan
inisiatif mereka sendiri, mereka rela menyisihkan sebagian uang saku mereka untuk
membantu biaya perawatan adik teman sekelasnya itu. Mereka bahkan tak segan,
dengan seizin guru-guru di sekolah, berkeliling ke kelas-kelas membawa kotak
bertuliskan “SUMBANGAN” tersebut, mengajak warga sekolah untuk turut membantu.
Ketika
kutanya, “Bagaimana bila uang jajan kalian menjadi berkurang karena itu?” salah
satu dari mereka ada yang menjawab: “tetapi ada yang lebih membutuhkan, Pak.”
Ah, kalian
benar, Nak. Dan andai kalian tahu, bahwa uang dan segala kepunyaan kita yang
telah diberikan kepada orang lain yang membutuhkan, uang dan segala kepunyaan yang telah menjadi
amal, yang telah digunakan untuk segala keperluan yang baik, maka itulah
sesungguhnya harta benda yang benar-benar menjadi milik kita. Adapun uang dan
harta benda yang saat ini kita pegang, kita simpan, itu sesungguhnya belum
tentu benar-benar menjadi milik kita; semuanya
hanyalah titipan.
Uang yang
terkumpul memang tidak seberapa dibandingkan seluruh biaya pengobatan itu. Namun,
perihal amal kebaikan yang akan sampai di sana,
siapakah yang paling tahu? Apalagi mereka, anak-anak itu, pun rela meluangkan
sedikit waktu menjelang liburnya untuk bersama-sama menjenguk ke rumah sakit. Dengan
doa dan keikhlasan mereka itulah yang semoga akan menjadi obat yang mujarab.
Alhamdulillah,
setelah beberapa hari dia tidak masuk ke kelas, dan itu pastilah dirasakannya sangat
lama, murid tersebut telah kembali lagi ke sekolah dengan tersenyum ceria. Kurasa,
ada 2 hal yang membuat raut wajahnya penuh kebahagiaan: 1) adiknya telah
sembuh, dan 2) dia kembali bertemu dengan teman-teman yang telah menantikannya.
Bagi mereka, murid-murid itu, ada sesuatu yang kurang sempurna pada satu
kebahagiaan bila ada satu saja seorang teman yang tertinggal tak ikut
mencecapnya. Teruskanlah kalian seperti itu: Satu Hati, penuh kerukunan,
kedamaian, dan kasih sayang.
Nah, lalu, siapakah
guru yang tidak merasa bangga dan bahagia memiliki murid-murid yang indah seperti
mereka? Aku terharu, kagum, serta diam-diam mencintai mereka.[]