Buku Menulis Halus, Buku Komunikasi, dan Buku Catatan Pribadi Siswa
Memasuki semester genap ini, saya mewajibkan siswa untuk menyiapkan tiga buku: Buku Komunikasi, Buku Menulis Halus (menulis tegak bersambung), dan Buku Catatan Pribadi.
Dari ketiganya, sebenarnya buku komunikasi sudah sejak awal ada. Bahkan sejak dari kelas satu. Akan tetapi di kelas kami masih kurang optimal penggunaannya pada semester lalu.
Sedangkan dua buku lainnya, yaitu buku menulis menulis halus dan buku catatan pribadi, adalah buku yang baru. Selain memang saya rencanakan akan diterapkan pada awal semester dua, juga merupakan tindak lanjut (follow up) dari evaluasi semester gasal yang sudah kami lakukan.
Mengapa tiga buku tersebut menurut saya penting kehadirannya di kelas kami? Berikut ini penjelasannya.
Catatan dari guru tersebut akan direspon oleh orang tua, juga dengan menuliskannya di buku komunikasi tersebut.
Jadi sebenarnya menurut pemahaman saya, tidak selalu siswa yang menulis di buku tersebut, tetapi guru atau orang tua bisa juga menulis di sana. Ya, untuk keperluan komunikasi tadi.
Namun pada praktiknya, komunikasi kami lebih sering menggunakan gawai yaitu di grup whatsapp. Sedangkan buku tersebut pada akhirnya "hanya" sebagai buku untuk mencatat daftar tugas siswa. Atau digunakan untuk mencatat, "Oh hari ini ada PR matematika." dan sebagainya.
Menggunakan whatsapp sebagai sarana komunikasi memang tidak salah. Tetapi pesan-pesan di grup whatsapp seringkali "tenggelam". Banyak sekali pemberitahuan/notifikasi yang ketika kita hendak membukanya kita sudah menduga-duga, "Penting nggak yaa...."
Kita sudah meluangkan waktu untuk membuka whatsapp, tetapi ternyata hanya ada beberapa hal yang sebenarnya kurang begitu penting.
Pada semester dua ini, saya ingin mencoba untuk merevitalisasi buku komunikasi. Hal itu saya maksudkan juga agar siswa bisa belajar bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan kepadanya. Orang tua tinggal memeriksa saja.
Selama ini, justru yang aktif untuk bertanya adakah tugas atau pekerjaan rumah untuk siswa, adalah orang tua. :D
Bagaimana tulisan yang bagus? Menurut saya, setidaknya ada tiga kriteria tulisan yang bagus.
Pertama, tulisan itu harus bisa dibaca dengan baik oleh orang lain. Tulisan yang hanya bisa dibaca oleh dirinya sendiri, tentu bukan tulisan yang bagus. Lebih parah lagi kadang-kadang dia sendiri yang menulis juga tidak bisa membacanya. Hehehe.
Kedua, tulisan itu betul bentuk-bentuk hurufnya. Huruf kapital (huruf besar) harus berbeda bentuknya dengan huruf nonkapital (huruf kecil). Tulisan siswa-siswi kami masih banyak yang bercampur-campur tidak bisa dibedakan huruf kapital dan nonkapitalnya karena sama besarnya, sama ukurannya, dan sama bentuknya.
Ketiga, tulisan yang bagus adalah tulisan yang rapi.
Nah, saya pikir, dengan terbiasa berlatih menulis halus, tujuan kami agar setiap siswa bisa menulis dengan bagus mudah-mudahan bisa tercapai.
Sekadar catatan tambahan, beberapa waktu lalu anak-anak sempat protes kepada saya. Itu terjadi ketika saya mengajak mereka untuk melihat kembali bentuk-bentuk huruf kapital dan nonkapital. "Pak, kok kayak kelas satu saja!" begitu kata mereka. Tapi kan kenyataannya masih ada yang keliru dalam menulis.
Satu lagi, mulai kelas tiga, anak-anak saya ajak untuk mulai membiasakan diri menulis dengan bolpen. Ternyata beberapa anak masih mengalami kesulitan.
"Tulisan saya menjadi jelek kalau menulis dengan pen. Saya lebih suka menulis dengan pensil."
Ada juga, "Tulisan saya dengan pensil sudah jelek, apalagi dengan bolpen, tambah jelek lagi." hehehe.
Apa itu buku catatan pribadi? Apa kegunaannya? Kapan anak-anak menulis dalam buku catatan pribadinya? Dan apakah buku ini ada "peraturannya"?
Baik. Buku catatan pribadi, namanya saja pribadi. Maka hanya pemiliknya saja yang boleh menulis di dalamnya. Hanya pemiliknya jugalah yang boleh membuka dan membaca isinya.
Lalu apa isi buku tersebut? Anak-anak bebas menuliskan apa saja ke dalam buku pribadinya. Dia bebas menulis tentang perasaannya pada hari itu. "Hari ini aku merasa bahagia karena ... bla bla bla." misalnya. Bila dia menemukan sebuah gagasan, boleh juga dia tuliskan di sana. Pokoknya apa saja, bebas. Tidak akan ada seorang pun yang tahu. Hanya dia dan Tuhan saja yang tahu.
Sudah tiga hari ini pada akhir pembelajaran, sebelum mereka pulang, saya berikan kesempatan kepada siswa untuk menulis di buku diary-nya itu. Meskipun hanya 5 menit.
"Pak, jika saya pada saat istirahat saya ingin menulis di buku saya, apakah itu diizinkan?" Ya, silakan saja. Tetapi ingat, siswa hanya boleh mengambil dan membuka buku miliknya sendiri.
Masing-masing anak sudah mengerti "aturan main" buku itu.
Dari ketiganya, sebenarnya buku komunikasi sudah sejak awal ada. Bahkan sejak dari kelas satu. Akan tetapi di kelas kami masih kurang optimal penggunaannya pada semester lalu.
Sedangkan dua buku lainnya, yaitu buku menulis menulis halus dan buku catatan pribadi, adalah buku yang baru. Selain memang saya rencanakan akan diterapkan pada awal semester dua, juga merupakan tindak lanjut (follow up) dari evaluasi semester gasal yang sudah kami lakukan.
Mengapa tiga buku tersebut menurut saya penting kehadirannya di kelas kami? Berikut ini penjelasannya.
1. Buku Komunikasi
Buku komunikasi adalah sarana untuk berkomunikasi antara guru dengan orang tua. Isinya bisa berupa catatan kejadian yang dirasa penting yang dialami oleh siswa hari itu. Bisa berupa catatan positif atau catatan yang negatif. Misalnya, hari ini si A tidak berkelahi di sekolah.Catatan dari guru tersebut akan direspon oleh orang tua, juga dengan menuliskannya di buku komunikasi tersebut.
Jadi sebenarnya menurut pemahaman saya, tidak selalu siswa yang menulis di buku tersebut, tetapi guru atau orang tua bisa juga menulis di sana. Ya, untuk keperluan komunikasi tadi.
Namun pada praktiknya, komunikasi kami lebih sering menggunakan gawai yaitu di grup whatsapp. Sedangkan buku tersebut pada akhirnya "hanya" sebagai buku untuk mencatat daftar tugas siswa. Atau digunakan untuk mencatat, "Oh hari ini ada PR matematika." dan sebagainya.
Menggunakan whatsapp sebagai sarana komunikasi memang tidak salah. Tetapi pesan-pesan di grup whatsapp seringkali "tenggelam". Banyak sekali pemberitahuan/notifikasi yang ketika kita hendak membukanya kita sudah menduga-duga, "Penting nggak yaa...."
Kita sudah meluangkan waktu untuk membuka whatsapp, tetapi ternyata hanya ada beberapa hal yang sebenarnya kurang begitu penting.
Pada semester dua ini, saya ingin mencoba untuk merevitalisasi buku komunikasi. Hal itu saya maksudkan juga agar siswa bisa belajar bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan kepadanya. Orang tua tinggal memeriksa saja.
Selama ini, justru yang aktif untuk bertanya adakah tugas atau pekerjaan rumah untuk siswa, adalah orang tua. :D
2. Buku Menulis Halus (Menulis Tegak Bersambung)
Buku ini menurut saya penting. Sudah saatnya anak-anak untuk lebih banyak berlatih menulis dengan bagus.Bagaimana tulisan yang bagus? Menurut saya, setidaknya ada tiga kriteria tulisan yang bagus.
Pertama, tulisan itu harus bisa dibaca dengan baik oleh orang lain. Tulisan yang hanya bisa dibaca oleh dirinya sendiri, tentu bukan tulisan yang bagus. Lebih parah lagi kadang-kadang dia sendiri yang menulis juga tidak bisa membacanya. Hehehe.
Kedua, tulisan itu betul bentuk-bentuk hurufnya. Huruf kapital (huruf besar) harus berbeda bentuknya dengan huruf nonkapital (huruf kecil). Tulisan siswa-siswi kami masih banyak yang bercampur-campur tidak bisa dibedakan huruf kapital dan nonkapitalnya karena sama besarnya, sama ukurannya, dan sama bentuknya.
Ketiga, tulisan yang bagus adalah tulisan yang rapi.
Nah, saya pikir, dengan terbiasa berlatih menulis halus, tujuan kami agar setiap siswa bisa menulis dengan bagus mudah-mudahan bisa tercapai.
Sekadar catatan tambahan, beberapa waktu lalu anak-anak sempat protes kepada saya. Itu terjadi ketika saya mengajak mereka untuk melihat kembali bentuk-bentuk huruf kapital dan nonkapital. "Pak, kok kayak kelas satu saja!" begitu kata mereka. Tapi kan kenyataannya masih ada yang keliru dalam menulis.
Satu lagi, mulai kelas tiga, anak-anak saya ajak untuk mulai membiasakan diri menulis dengan bolpen. Ternyata beberapa anak masih mengalami kesulitan.
"Tulisan saya menjadi jelek kalau menulis dengan pen. Saya lebih suka menulis dengan pensil."
Ada juga, "Tulisan saya dengan pensil sudah jelek, apalagi dengan bolpen, tambah jelek lagi." hehehe.
3. Buku Catatan Pribadi
Ketika saya menjelaskan rencana saya tentang buku ini, ternyata buku inilah yang mendapat sambutan paling suka cita dari anak-anak. Mereka sangat antusias.Apa itu buku catatan pribadi? Apa kegunaannya? Kapan anak-anak menulis dalam buku catatan pribadinya? Dan apakah buku ini ada "peraturannya"?
Baik. Buku catatan pribadi, namanya saja pribadi. Maka hanya pemiliknya saja yang boleh menulis di dalamnya. Hanya pemiliknya jugalah yang boleh membuka dan membaca isinya.
Lalu apa isi buku tersebut? Anak-anak bebas menuliskan apa saja ke dalam buku pribadinya. Dia bebas menulis tentang perasaannya pada hari itu. "Hari ini aku merasa bahagia karena ... bla bla bla." misalnya. Bila dia menemukan sebuah gagasan, boleh juga dia tuliskan di sana. Pokoknya apa saja, bebas. Tidak akan ada seorang pun yang tahu. Hanya dia dan Tuhan saja yang tahu.
Sudah tiga hari ini pada akhir pembelajaran, sebelum mereka pulang, saya berikan kesempatan kepada siswa untuk menulis di buku diary-nya itu. Meskipun hanya 5 menit.
"Pak, jika saya pada saat istirahat saya ingin menulis di buku saya, apakah itu diizinkan?" Ya, silakan saja. Tetapi ingat, siswa hanya boleh mengambil dan membuka buku miliknya sendiri.
Masing-masing anak sudah mengerti "aturan main" buku itu.
- Hanya boleh membuka buku miliknya sendiri
- Siapa pun termasuk teman dekatnya tetap tidak boleh membacanya. Bahkan guru sekali pun tidak boleh. Kecuali, bila pemiliknya telah memberikan izin.
- Akan ada sanksi bila ada yang melanggar aturan ini, yaitu ketika kita membaca buku milik siswa lain tanpa izin.
Pada hari pertama lalu, beberapa siswa memperlihatkan apa yang telah ditulisnya kepada saya.
Terakhir, apa manfaat dengan adanya buku tersebut? Bagi saya setidaknya ada dua manfaatnya:
Satu, melatih siswa untuk mengungkapkan gagasan dan perasaannya secara tertulis. Keterampilan ini cukup penting untuk dikuasai. Jangankan siswa, kami guru-guru mereka pun acapkali masih sering kesulitan untuk menulis.
Dua, melatih kejujuran siswa. Dalam hal ini adalah jujur kepada diri sendiri ketika menuliskannya, dan jujur dengan tidak membuka buku catatan milik orang lain.
Akhir kata, mudah-mudahan setiap niat baik kita bisa berbuah manis kelak di kemudian hari.