DONASI PMI
Donasi PMI - Minggu lalu Bu Linda selaku kesiswaan SD Labschool Unnes memberikan pengumuman. Intinya, kita segenap warga SD Labschool Unnes dimohon keikhlasannya untuk menyisihkan sebagian rizki (berupa uang) untuk donasi PMI. Donasi untuk PMI ini tidak ada patokan nominal minimumnya. Seikhlasnya saja.
Nah, Rabu kemarin, informasi di whatsapp group, Bu Linda mengucapkan syukur Alhamdulillah dan terima kasih atas donasi yang diberikan oleh anak-anak dari kelas 1 - 6.
Saya melongo. "Lho, daftar donasi untuk kelas 3A masih kosong. Waduh, saya lupa memberi info kepada anak-anak!" begitu batin saya. Padahal, minggu ini kabarnya akans segera disetorkan. Maka saat itu juga saya bilang ke anak-anak.
Gambar oleh OpenClipart-Vectors dari Pixabay |
Baca Juga Cerita: Mengenali Kelebihan dan Kekurangan diri Sendiri
"Anak-anak, siapa yang tahu PMI?"
Anak-anak saling berpandangan. Beberapa anak menjawab asal. Saya lupa apa jawaban mereka.
"PMI itu kepanjangan dari Palang Merah . . . .?"
Barulah sampai di sini anak-anak bisa melanjutkan menjawab dengan kompak dan mantab, "Indonesiaaaaa!"
Lalu saya ceritakan semuanya, dari informasi Bu Linda, saya yang lupa, dan bahwa anak-anak kelas 3A juga diharapkan turut berpartisipasi memberikan donasi PMI.
"Siapa yang tahu, dana donasi itu digunakan untuk apa?"
"Untuk membeli obat!"
"Untuk membantu musibah!"
"Bagus! Kalian benar. Di negara kita akhir-akhir ini sering terjadi bencana. Banjir dan tanah longsor, kalau pas musim penghujan seperti tahun lalu; gempa bumi, bahkan tsunami yaa. Masih ingat tahun lalu ada tsunami di Lombok, Palu, dan Banten kan?"
"Nah, Palang Merah Indonesia akan selalu datang memberikan bantuan kepada mereka yang terkena musibah tersebut. Oleh karena itulah, kita jangan ketinggalan untuk turut membantu dan menyalurkan donasi kita lewat PMI."
Kemudian, anak-anak bertanya tentang berapa uang yang harus dibayarkan.
"Lha terus berapa yang harus dibayar, Pak?"
"Seikhlasnya. Semampu kalian. Kalian lho yaaa.. bukan orang tua lho."
"Maksudnya gimana, Pak?"
"Saya lebih suka kalian menyisihkan jatah uang jajan kalian. Jadi kita akan belajar 'berkorban', rela berkorban, apa yang dikorbankan, yaitu uang jajan kita sendiri. Yang penting ikhlas. Seribu rupiah tapi ikhlas, lebih berharga daripada kita minta lagi kepada orang tua. :) ."
Gibran kemudian bertanya, "Pak, lha kalau dua puluh ribu ikhlas, gimana Pak?"
"Itu uang kamu sendiri?"
"Ya," jawab Gibran.
"Bagus! Kalau Gibran menyisihkan uangnya sendiri dua puluh ribu dan dengan ikhlas menyalurkannya untuk PMI, itu sangat mulia. Semoga Allah, Tuhan YME melipatgandakan pahala buat kita!"
Dalam kesempatan itu pula, saya sampaikan kepada anak-anak, bahwa setiap amal yang ikhlas akan mendapatkan pahala paling sedikit sepuluh kali lipat. Bila Tuhan berkehendak, amal kita itu bisa dilipatgandakan sampai 700.000 kali lipat, bahkan sampai tak terhingga sekehendak Allah SWT.
"Jadi kalau kita beramal Rp1000,00, pahalanya sama dengan kita beramal Rp10.000,00, asalkan ikhlas."
Rama, Tabina, dan teman-temannya kemudian bertanya, "Pak, kalau dibayar sekarang, boleh? Saya masih ada uang sisa jajan tadi."
Saya jawab, "Boleh. Silakan."
Anak-anak pun maju ke depan, dan secara tertib bergiliran menyalurkan uang amal mereka. Jumlahnya bervariasi. Rata-rata siswa yang membayar Rp1000,00, tapi ada juga yang memberikanRp2.000,00 dan ada juga yang Rp5.000,00.
Pada akhirnya, uang yang terkumpul di kelas kami memang tak terlalu banyak bila dibandingkan dengan kelas-kelas lainnya yang berjumlah ratusan ribu rupiah. Tapi, semuanya terkumpul betul-betul dari anak-anak sendiri.
Saya betul-betul bersyukur bisa menemani belajar mereka sehari-hari.
Siang itu, hati saya sangat bergembira sekali melihat kesungguhan anak-anak. Dalam hati saya berdoa, mudah-mudahan masa depan kalian cerah dan indah.
***