Tembang Macapat – Bahasa Jawa Kelas 4 Semester 2 Kurikulum Merdeka
Tembang Macapat – Bahasa Jawa Kelas 4 Semester 2 Kurikulum Merdeka
Tembang Macapat
Tembang macapat adalah salah satu jenis kesusastraan Jawa yang berupa lagu-lagu, yang ditulis dengan aturan-aturan tertentu (jumlah baris, jumlah suku kata, atau bunyi akhir persajakannya), dan mengandung pesan/pelajaran yang baik di dalamnya.
Pada zaman dahulu, tembang macapat digunakan untuk menyampaikan pelajaran dari para sesepuh kepada para pemuda.
Tembang macapat termasuk tembang Jawa tradisional. Oleh kerna itu, pembuatannya tidak bisa bebas, tetapi harus mengikuti aturan-aturannya. Dalam pembuatannya, kita harus memperhatikan jumlah baris, jumlah suku kata, dan memperhatikan bunyi sajak akhir tiap baris. Itulah yang dinamakan dengan guru gatra, guru wilangan, dan guru lagu.
Ciri-Ciri Tembang Macapat
Ciri-ciri tembang macapat adalah sebagai berikut ini:
1. Terikat dengan wewaton (guru), artinya terikat pedoman/kaidah/aturan (paugeran). Paugeran guru dalam tembang macapat sebagai berikut:
b. Guru wilangan: banyaknya wanda/suku kata pada tiap gatra/baris
c. Guru lagu: persajakan bunyi pada akhir gatra/baris
2. Menggunakan bahasa Jawa baru, diselipi dengan bahasa Jawa kuna (kawi)
3. Berisi tentang nasihat atau peringatan, kesusilaan, dongeng, dan lain-lain
Jenis-jenis tembang macapat
Tembang macapat ada 11 jenisnya. Setiap tembang tersebut memiliki pralambang (isyarat dan perumpamaannya) masing-masing. Pralambang tersebut menggambarkan tahapan hidup manusia sejak dia lahir hingga ajalnya.
Berikut ini adalah jenis-jenis tembang macapat
1. Maskumambang: menggambarkan jabang bayi yang masih berada di dalam kandungan ibunya, belum diketahui bayi tersebut berjenis kelamin lelaki atau perempuan.
2. Mijil: artinya sudah lahir dan sudah jelas laki-laki atau perempuan
3. Kinanthi: Kinanthi berasal dari kata Kanthi atau menuntun yang artinya dituntun agar bisa berjalan menjalani kehidupan di alam dunia ini
4. Sinom: artinya pemuda, sebagai sebuah kesempatan yang paling berharga bagi para pemuda untuk menimba ilmu sebanyak-banyaknya.
5. Asmaradana: asmaradana artinya rasa cinta. Cinta kepada orang lain (lelaki kepada perempuan dan sebaliknya), yang semuanya itu sudah menjadi kodrat atau takdir dari yang maha kuasa.
6. Gambuh: gambuh dari kata jumbuh/sarujuk yang artinya jika sudah cocok/berjodoh, lelaki dan perempuan dewasa yang sudah saling memilki rasa cinta tadi sebaiknya dipersatukan dalam sebuah pernikahan.
7. Dhandhanggula: menggambarkan kehidupan seseorang yang sedang dalam fase bahagia, apa yang diinginkan/dicitakan dapat terwujud. Sudah tercapailah dia memiliki seorang pendamping/pasangan hidup, punya anak, dan hidup berkecukupan dalam berkeluarga. Oleh kerna itulah dia sedang dalam bahagia.
8. Durma: Durma berasal dari kata darma/suka memberi. Orang yang sudah merasa berkecukupan hidupnya, kemudian tumbuhlah rasa belas kasih kepada sanak saudara, kepada sesama.
9. Pangkur: Pangkur berasal dari kata mungkur yang artinya menyingkirkan hawa nafsu dan amarah.
10. Megatruh: Megatruh berasal dari kata megat roh, atau terpisah ruh/nyawanya, sudah tiba saatnya dipanggil pulang kembali kepada Yang Maha Kuasa
11. Pocung: pocung menggambarkan seseorang yang sudah menjadi mayat kemudian dia dibungkus dengan kain kafan putih sebelum akhirnya dia dikuburkan/dimakamkan.
Paugeran tembang Macapat
[]